Selamat Datang di Blog Community Centre Surabaya

www.communitycentresby.blogspot.com.

Penyelenggara dan Pendukung Community Center surabaya

Yayasan Unilever Indonesia bekerjasama dengan Tim Penggerak PKK Kota Surabaya dan didukung oleh Paguyuban Fasilitator Lingkungan Kota Surabaya serta LSM Wehasta

5 Pilar Program Community Centre Surabaya

5 Pilar tersebut diantaranya Lingkungan, Ekonomi, Komunikasi, Sanitasi dan Nutrisi.

Focus Group Discussion

Focus Group Discussion sistem bank sampah di wilayah Community Centre Surabaya, oleh Paguyuban Fasilitator Lingkungan Kota Surabaya.

Workshop IT dan Penulisan Kreatif

Seorang ibu anggota kelompok kerja pilar komunikasi saat “Workshop IT dan Penulisan Kreatif” di Ruang Pertemuan Kampoeng Ilmu Surabaya, 22 Oktober 2011.

Sabtu, 31 Januari 2015

Aktivitas Posyandu Bank Sampah Makmur Sejahtera di Tahun 2015



Penimbangan Bank Sampah Makmur Sejahtera


Warga sedang antri menimbang sampah yang akan disetor ke Bank Sampah

Sabtu, 10 Januari 2015

Posyandu Lansia di Bank Sampah Makmur Sejahtera

Para ibu -ibu lansia sedang senam bersama sama

Mari ke Posyandu Balita di Bank Sampah Makmur Sejahtera

Tampak balita sedang di timbang di Posyandu Balita 

Minggu, 17 Agustus 2014

Bank sampah Lidah Harapan Urban Farming

Tanaman urban farming

Tanamn cabe siap panen

Sayur sawi siap panen

Senin, 23 Juni 2014

Bank Sampah Kawanku

Pada hari Minggu 22 Juni 2014 ada aktivitas mencolok di Bank Sampah Kawanku. Ibu-ibu dan warga sedang melakukan penimbangan sampah. Yuk kita liat sekilas aktifitas mereka lewat foto.



Rabu, 29 Agustus 2012

Surabaya Dilanda "Demam" Bank Sampah

“Demam” ini disebabkan oleh “virus” yang penyebarannya sangat cepat. Ditandai gejala omset meningkat dan menurunnya volume sampah. Jika “demam” berlanjut, segera hubungi fasilitator setempat agar ditangani menggunakan “Sistem Bank Sampah”

Bak jamur di musim hujan. Program Bank Sampah makin digemari oleh warga Surabaya. Pasca dilakukan Sosialisasi Program Lingkungan dan Bank Sampah 2012 sekitar April lalu, hingga pertengahan tahun ini, telah terbentuk puluhan bank sampah baru di Surabaya.
Bahkan, jumlah bank sampah tersebut, niscaya akan terus bertambah. Mengingat, beberapa perusahaan dan instansi di Surabaya juga memiliki program bank sampah, sebagai bagian dari kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) nya.
Hal ini tidak terlepas dari inisiasi Yayasan Unilever Indonesia (YUI), yang pada 2011 lalu menggagas Program Community Centre. Program kerjasama YUI dengan Tim Penggerak PKK Kota Surabaya dan didukung oleh LSM Wehasta serta Paguyuban Fasilitator Lingkungan Kota Surabaya tersebut, menjadikan sistem bank sampah sebagai “pintu masuk” program.
Capaian dan keberhasilan program bank sampah di 10 wilayah percontohan Program Community Centre, sepertinya mampu “menggelitik” wilayah lain di Surabaya untuk mengembangkan program serupa.
Lalu, apa menariknya program bank sampah, hingga begitu digemari ? Ya, salah satu alternatif solusi penanganan sampah an organik ini, telah terbukti manfaatnya. Tidak hanya dampak signifikannya bagi reduksi sampah, namun manfaat ekonomisnya yang nyata.
Sebagai contoh, dari sekian bank sampah di wilayah Community Centre misalnya. Selama kurun waktu sekitar setahun berjalan, dari sedikitnya 100 nasabah mereka mampu mereduksi + 6 ton sampah an organik dan meraup omset sedikitnya Rp 6 juta ! Hal ini tidak berlebihan, manakala tiap bulannya mereka mampu mereduksi sedikitnya 500 kg sampah an organik dengan hasil penjualan + Rp 500 ribu.
Seperti pada Bank Sampah Manyar Mandiri. Bank sampah berlokasi di RW 3, Kelurahan Manyar Sabrangan, Kecamatan Mulyorejo itu, hingga Agustus 2012, telah memiliki 214 nasabah. Sesuai kesepakatan, pembagian uang tabungan sampah akan dilakukan menjelang Lebaran. “Belum genap setahun, total hasil penjualan sampah di Manyar Mandiri, ada sekitar 19 juta rupiah”, ujar Puji, Fasilitator Kelurahan Manyar Sabrangan.
Dyah Katarina, selaku Ketua Tim Penggerak PKK Kota Surabaya menyampaikan, “Sistem bank sampah merupakan salah satu cara menangani sampah an organik, yang mudah dilakukan dan memberi keuntungan bagi warga. Hasilnya pun nyata, yaitu berkurangnya volume sampah dan menambah saldo tabungan warga”.
Nah, dengan merebaknya “virus” bank sampah di Surabaya, bagaimana cara penanganannya ? Hal ini harus ditangani dengan baik, agar keberlangsungan program tetap terjaga. Beruntungnya, di Surabaya telah terbentuk bank sampah percontohan di wilayah Community Centre. Bank sampah di wilayah tersebut, menerapkan yang namanya “sistem bank sampah”. Inilah “resep mujarab”, sehingga mereka sukses meraup omset dan mereduksi sampah dari rumah tangga hingga kini.
Sistem Bank Sampah inilah yang menjadi standarisasi atau konsep dasar pengembangan Program Bank Sampah. Seperti yang diutarakan Wihartuti Dwi Rahayu, selaku Ketua Paguyuban Fasilitator Lingkungan Kota Surabaya. “Banyaknya bank sampah, berkontribusi untuk mereduksi jumlah sampah yang dibuang ke LPA (Lahan Pembuangan Akhir, Red). Yang penting, secara sistem, bisa berjalan secara seragam”, ujar wanita yang akrab dipanggil Bu Agus itu.
Menurutnya, makin banyak pihak yang mengembangkan Program Bank Sampah adalah hal yang bagus. Ia berharap, program tersebut bisa disinergikan dengan Paguyuban Fasilitator Lingkungan Kota Surabaya. Hal ini akan memudahkan fasilitator melakukan pendampingan serta monitoring dan evaluasi bank sampah yang ada di Surabaya.
Nah, jika saja “virus” bank sampah sudah menyebar ke seluruh wilayah Surabaya, bisa dibayangkan berapa banyak reduksi sampah juga nilai ekonomis yang dihasilkan ?

Senin, 30 Juli 2012

“MITOS” Bank Sampah vs “SISTEM” Bank Sampah

Program Bank Sampah bak angin segar di tengah problematika sampah yang kerap dihadapi oleh kebanyakan kota besar di Indonesia. Adalah “sistem bank sampah” yang kini mencuat menjadi “primadona” baru program lingkungan berkelanjutan di beberapa daerah di Indonesia.
Sebelum “sang primadona” ditemukan dan disambut sorak sorai di atas “panggungnya” seperti saat ini, Ia telah melalui beragam dinamika (sebut saja : proses pencarian bentuk).
Ketika “sistem bank sampah”, sebagai “formula” baru dapat berjalan selaras dengan kebutuhan dan memberi nilai tambah ekonomis bagi masyarakat pelaku bank sampah, budaya “Membuang Sampah Sembarangan” pun sendirinya akan usang oleh jaman. Ia tergantikan oleh jargon “Sampah Jika Diolah, Akan Mendatangkan Berkah”.
Namun demikian, Sistem Bank Sampah masih harus dihadapkan dengan beragam “Mitos” Bank Sampah yang kerap dijumpai di masyarakat. Berikut adalah beberapa "mitos" tentang bank sampah, yang niscaya dapat terpatahkan oleh “Sistem” Bank Sampah.
***
1.   Bank Sampah adalah “bangunan” tempat penampungan sampah terpilah.
Hal ini tidak sepenuhnya benar. Ini adalah “Sistem Bank Sampah”, bukan sekedar “Bank Sampah” yang dipahami sebagai bangunan fisik.
Adanya bangunan sifatnya hanya mendukung. Jadi bukan berarti jika tidak memiliki bangunan, maka sistem bank sampah tidak bisa dijalankan. Sekali lagi, ini adalah “sistem”. Niscaya bisa berjalan meski tidak memilliki bangunan khusus untuk bank sampah.
Kuncinya adalah, dalam sistem bank sampah, warga (nasabah) telah melakukan pemilahan sampah an organik menurut jenisnya sejak dari rumah.
Ini penting, untuk memberi kemudahan (mensiasati) tidak adanya bangunan (tempat) penampungan sampah terpilah, diantaranya :
a.   Setiap selesai sampah ditimbang sesuai jenis, pada proses pengepakan/pengemasan sampah terpilah dari seluruh nasabah, pengurus tinggal memasukkannya pada glangsing besar dan pengepul tinggal mengangkut saja. Akan beda kondisinya jika sampah tidak terpilah sejak dari rumah, akan memakan tempat dan waktu, sehingga sampah akan bertumpuk dalam waktu relatif lebih lama.
b.   Tidak adanya tempat penampungan (bangunan fisik) juga terpecahkan oleh adanya pengepul dengan jadwal pengambilan rutin dan terjadwal. Sehingga, lebih cepat sampah terangkut, lebih baik.
Dengan begini, “mitos” bahwa program bank sampah bisa berjalan jika ada tempat (bangunan fisik) penampungan sampah pun, terpatahkan!
2.   Bank Sampah baru bisa berjalan jika ada lahan kosong yang luas
Ini juga “mitos” yang pemahamannya mirip dengan anggapan bahwa program bank sampah membutuhkan “bangunan fisik” sebagai bank sampah.
Nyatanya, di beberapa wilayah (di gang sempit sekalipun), bisa menerapkan “sistem bank sampah”. Solusinya yaitu dengan menutup gang sementara (hanya dalam hitungan jam saja), selama proses bank sampah berjalan.
Hal ini sangat memungkinkan, mengingat proses bank sampah kebanyakan dilakukan hanya dua kali dalam sebulan (2 minggu sekali). Dalam hitungan jam, jika sampah sudah terpilah sejak dari rumah, maka makin cepat pula sampah dapat terangkut oleh pengepul. Sampah tidak akan menumpuk terlalu lama.
Dengan begini, “mitos” bahwa program bank sampah bisa berjalan jika ada lahan kosong yang luas pun, terpatahkan!
3.   Masyarakat akan kesulitan atau “malas” memilah sampah sesuai jenis sejak dari rumah.
Awalnya, hal ini (memilah sampah) sepertinya hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki pemahaman, bahwa sampah dapat diolah jika dipilah, sehingga tidak mencemari llingkungan.
Adanya sistem bank sampah, masyarakat niscaya mendapat “dorongan” lebih untuk memilah sampah sejak dari rumah. Karena hasil (Rp) penjualan sampah akan dikembalikan pada “si pemilik sampah”, dalam bentuk tabungan.
Niscaya, nilai ekonomis yang didapat oleh “si pemilik sampah”, sebanding dengan upaya yang “hanya” semudah memasukkan sampah an organik ke wadah yang disediakan di tiap rumah. Daripada dibuang, lebih baik diolah agar jadi uang, bukan?
Dengan begini, “mitos” bahwa masyarakat akan kesulitan atau “malas” memilah sampah sesuai jenis sejak dari rumah pun, terpatahkan!
4.   Menjadi pengurus Bank Sampah adalah hal yang merepotkan
Anggapan demikian akan muncul, karena Anda belum mencoba menerapkan sistem bank sampah. Sebelum ada sistem bank sampah, masyarakat hanya mengumpulkan sampah an organik dalam kondisi tercampur. Sehingga memberatkan pengurus untuk urusan memilah sampah seluruh warga.
Di sistem bank sampah, nasabah membawa sampah sudah dalam kondisi terpilah (disendirikan menurut jenisnya). Niscaya, akan menyederhanakan tugas pengurus dari segi waktu dan tenaga. Terlebih, ada buku administrasi yang memudahkan pengurus mendata sampah yang ditabung.
“Mitos” bahwa, menjadi pengurus Bank Sampah adalah hal yang merepotkan pun, terpatahkan!
5.   Administrasi Sistem Bank Sampah sulit dipahami dan dijalankan
Sistem Bank Sampah menggunakan 3 macam buku, yaitu Buku Tabungan Nasabah, Buku Besar dan Buku Register. Ketiganya adalah bagian dari “Sistem”.
Buku Tabungan, bentuk dan isinya sama dengan bank pada umumnya, plus catatan jenis sampah apa saja yang dibawa nasabah ketika menabung. Jika Anda pernah menabung di bank, niscaya Anda akan dengan mudah mengisi Buku Tabungan Bank Sampah. Sedangkan pengisian Buku Besar, adalah tinggal memindahkan data di Buku Tabungan seluruh nasabah. Buku Register, hanyalah buku yang berisi data seluruh nasabah (Nama, Alamat, Nomor Induk, Jumlah Orang Tiap KK).
Itu saja, mudah bukan? Justru, adanya bentuk administrasi semacam ini, niscaya dapat menjaga kepercayaan antara nasabah dan pengurus.
Jadi, “mitos” bahwa, administrasi Sistem Bank Sampah sulit dipahami dan dijalankan pun, terpatahkan!
6.   Ada kekhawatiran jika sampah sudah terkumpul, lalu tidak ada yang mengambil
Pengepul sampah kering, niscaya tetap ada, terlepas ada atau tidak sistem bank sampah. Karena jual beli sampah, adalah “ladang bisnis” yang menguntungkan.
Menariknya sistem bank sampah, Ia tidak hanya memberi manfaat bagi nasabah, namun juga “keuntungan berlipat” bagi pengepul. Mengapa?
Karena dengan sistem bank sampah, akan “menyederhanakan” pekerjaan pengepul, diantaranya :
-     Sampah sudah terpilah dan sudah terkumpul (di-packing) sesuai jenis di Bank Sampah.
-     Sampah hasil pemilahan warga relatif kondisinya lebih bersih.
-     Pengepul mendapatkan sampah terpilah secara rutin, dalam skala besar pula.
Kondisi ini, niscaya menjadi “daya tarik” pengepul untuk mendapat kesempatan mengangkut sampah di wilayah yang menerapkan sistem bank sampah.
Jadi “mitos” bahwa, ada kekhawatiran jika sampah sudah terkumpul, lalu tidak ada yang mengambil pun, terpatahkan!
***
Sistem Bank Sampah, lebih pada bagaimana sampah dikelola melalui alur yang sistematis. Mulai jejaknya dari hulu sampai hilir, hingga kemanfaatannya bagi masyarakat, lingkungan dan dampak sosialnya.
Karena ini sebuah "sistem", niscaya bisa “beradaptasi” dan diterapkan secara efektif di berbagai kondisi wilayah yang beragam sekalipun.
Sistem Bank Sampah, juga menegaskan bahwa, “sampah” yang selama ini kerap dipandang sebelah mata, ternyata bisa diolah menjadi berkah.
Nyatanya, beberapa anggapan bahwa program bank sampah sulit dijalankan, semua hanyalah “mitos” belaka. Dapat terpatahkan oleh “sistem” bank sampah.
Menurut Anda, masih ada lagi kah "mitos" tentang bank sampah yang belum terpecahkan ?

Oleh :
Fajar Ramdhani
(Environment Program Team-Unilever Indonesia Foundation)

Jumat, 20 Juli 2012

Menuai “Ceria” Hasil Tabungan Sampah Setahun

Sore itu (18/07/2012), Kantor Bank Sampah “Bersih Ceria”, di RW 2 Kelurahan Bulak Banteng, didatangi puluhan nasabahnya. Bukan lantaran ingin berdemo, namun para nasabah yang kebanyakan ibu-ibu itu, akan menerima tabungan sampahnya yang ditabung selama kurun waktu setahun belakangan.
Peristiwa ini baru pertama kali terjadi di Bank Sampah Bersih Ceria, salah satu bank sampah di wilayah Program Community Centre Surabaya. Sumringah, jelas itulah ekspresi yang terpancar di setiap raut wajah para nasabah. Sore itu, mereka benar-benar membuktikan jargon yang kerap mereka dengar, bahwa “Sampah Jika Dikelola, Akan Mendatangkan Berkah”. Jerih payah nasabah selama setahun memilah sampah sesuai jenis sejak dari rumah pun, terbayar lunas.
Seperti diketahui, sejak menjalankan sistem bank sampah, hasil penjualan sampah di Bank Sampah Bersih Ceria akan dikembalikan ke nasabah, setelah satu tahun sejak bank sampah berdiri. Terhitung saat pertama kali menjual sampah pada tanggal 17 Juli 2011, begitu sistem bank sampah dijalankan di RW 2 Bulak Banteng. Hal ini merupakan kesepakatan para nasabah.
“Waduh dapat berapa ya, semoga cukup untuk Megengan (budaya tasyakuran menjelang Bulan Suci Ramadhan, Red),ujar Wayan, salah seorang nasabah yang juga pengurus Bank Sampah Bersih Ceria. Ibu satu anak ini sudah menjadi nasabah sejak Bank Sampah Bersih Ceria berdiri.
Sejalan dengan Wayan, Ni G.A Made sang Manager mengamini. “Memang kebanyakan nasabah mengaku uangnya akan dipakai untuk belanja keperluan megengan, jadi kami sebagai pengurus memilih waktu yang tepat untuk membagikannya. Semua ini berdasarkan kesepakatan nasabah“, ujar Made.
Genap setahun, Bank Sampah Bersih Ceria telah meraup omzet sejumlah Rp 6 juta dan memiliki 82 nasabah. Tiap bulan, rata-rata mampu mereduksi sampah an organik sekitar 500 kg. Tabungan yang diperoleh nasabah pun beragam. Menurut Made, minimal seorang nasabah setidaknya mendapat Rp 40 ribu. Bahkan, ada juga yang meraup hingga ratusan ribu rupiah. Wow!
Heni Lestari, selaku pendamping Program Community Centre mengatakan, “Ibu-ibu, berapapun yang didapat oleh nasabah, itu adalah hasil kerja keras selama satu tahun. Bisa saja cukup, bisa juga sangat kurang. Namun yang utama disini adalah penyelamatan lingkungan. Uang yang diperoleh, hal itu adalah bonus bagi nasabah”.
Heni melanjutkan, yang terpenting dalam menjalankan sistem bank sampah, adalah adanya rasa saling percaya antara nasabah dan pengurus. Dengan begitu, program bisa berjalan dengan baik dan berkembang.
Seperti yang dirasakan Made selama setahun menjadi Manager Bank Sampah Bersih Ceria. Menurutnya, waktu satu tahun masih merupakan tahap pembelajaran, yang terpenting adalah kemauan untuk mencoba dan terus belajar. Awalnya, kebanyakan nasabah belum tahu cara memilah sampah. Tapi sekarang nasabah sudah pintar semua.
“Nah, sudah dapat ilmu, dapat uang tabungan dari sampah lagi. Terima kasih buat Unilever, PKK Kota, Wehasta dan Paguyuban Fasilitator yang selama setahun ini telah membimbing kami. Semoga Bank Sampah Bersih Ceria bisa terus eksis, nasabah dan reduksi sampah bertambah, lingkungan juga semakin bersih”, ujar Made penuh semangat.
Genap setahun berjalan, nasabah Bank Sampah Bersih Ceria pun akhirnya menuai ceria.
Tetap ceria ya!

Selasa, 17 Juli 2012

Kecil-Kecil Jadi Nasabah Bank Sampah

“Aku bisa bermain kapan saja. Tapi saat ada penimbangan di Bank Sampah Flamboyan, aku akan datang dan membantu Ibu”. Mungkin kalimat tersebut yang ada di benak Raihan kala itu. 

Bocah berusia 7 tahun itu, tampak menghampiri sang Ibu yang sedang “bertugas” di bank sampah. Disaat teman-teman sebayanya sibuk bermain, Ia malah “ikut-ikutan sibuk” di bank sampah.
“Awalnya saya kira Ia datang ke bank sampah untuk minta uang jajan ke ibunya, eh ternyata Ia membawa buku tabungan dan sampah yang sudah terpilah dari rumah”, ujar Tri Mulyono, pendamping program bank sampah dari LSM Wehasta.
Ibunda Raihan, Elly Indrawati adalah Sekretaris Bank Sampah Flamboyan di RW 2 Ngaglik Baru, Kelurahan Kapasari, Kecamatan Genteng. Mungkin saja, sifat peduli lingkungan Raihan lantaran mewarisi sifat sang ibunda yang pengurus bank sampah.
Bank Sampah Flamboyan sendiri, baru berjalan ­+ satu bulan belakangan. Merupakan salah satu bank sampah baru di Program Community Centre 2012. Penjualan dilakukan 2 minggu sekali dan kini telah memiliki 43 nasabah. Dari situ, Bank Sampah Flamboyan telah mereduksi 400 kg sampah an organik dan berhasil meraup omset Rp 379.100,-.
“Ikut sibuk” di bank sampah seperti ini, bukan pengalaman pertama bagi bocah yang duduk di kelas 2 SDN KAPASARI VIII ini. Setiap Bank Sampah Flamboyan buka, Ia selalu datang membawa buku tabungan dan sampah terpilah. Bahkan, Ia juga “turut andil” membantu pengurus mengemas sampah terpilah dari para nasabah. “Mau bantu ibu, biar rumah bersih, kampung juga bersih, nanti uangnya bisa untuk tambahan sekolah”, akunya polos saat ditanya alasan mengapa ikut sibuk di bank sampah.
Selama dua kali penjualan sampah, kebiasaan Raihan, setelah menyetor sampah Ia tak lantas pulang. Dibantunya para pengurus bank sampah, misalnya menempatkan sampah yang sudah ditimbang sesuai jenis hingga saat sampah dijual ke pengepul.
Diakui beberapa tetangga Raihan, bocah ini memang pintar, juara kelas pula. Saat penerimaan Rapor Kenaikan Kelas beberapa minggu lalu, Raihan mendapat Rangking 1 di kelasnya.
Apa yang dilakukan Raihan, tampak sederhana. Entah disadarinya atau tidak, Raihan telah menjadi bagian sebuah pekerjaan besar dan mulia, yaitu penyelamatan lingkungan.
Tetap semangat dan ajak teman-temanmu ya Han!
(Tri M)

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More